Tujuan Hidup dan Catatan Seorang Remaja: Sebuah Renungan dari Ibadah Sekolah

Di era ketika konsentrasi remaja makin singkat karena gawai dan derasnya arus informasi, menyampaikan firman Tuhan menjadi tantangan tersendiri. Namun, di balik segala keterbatasan itu, ada kisah indah yang meneguhkan, remaja masih bisa sungguh-sungguh mendengar, mencatat, dan meresapi firman.

Sebagai seorang hamba Tuhan yang menyampaikan firman kepada anak-anak usia remaja masa kini, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Anak-anak tidak mudah berkonsentrasi dalam waktu lama. Hanya beberapa menit saja mereka bisa fokus, selebihnya mulai gelisah, apalagi jika tanpa gadget yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup mereka.

Kadang, pengkhotbah perlu sesekali mengingatkan agar mereka tetap mendengar berita firman. Walaupun hanya beberapa yang “berisik”, itu sudah cukup mengganggu suasana dan konsentrasi yang lain. Itulah kondisi gereja masa kini—remaja dengan rentang fokus yang semakin singkat, dipenuhi banyak gangguan kecil yang terasa penting bagi mereka. 

Khotbah yang terlalu panjang dan bertele-tele seringkali langsung mereka singkirkan dari perhatian. Satu jam mendengarkan firman terasa terlalu lama, dan tidak jarang hal itu membuat sebagian malas datang beribadah.

Namun, di tengah kenyataan itu, ada sebuah kisah menarik dari sebuah ibadah anak SMA. Seorang hamba Tuhan muda penuh antusias menyampaikan firman dengan segala cara agar remaja tetap terjaga fokusnya. Ia memakai bahasa tubuh, memberi teguran halus, hingga memberikan hadiah kecil bagi yang berani menjawab pertanyaan. Khotbahnya singkat, jelas, dan mudah ditangkap. Tema yang diangkat: “Tujuan Hidup.”

Hasilnya nyata. Beberapa remaja bisa memberikan kesimpulan dengan baik. Bahkan ada seorang siswi yang mencatat dengan tekun di buku khususnya. Bukan karena tugas sekolah, bukan karena guru agamanya, melainkan murni dari kerinduan mendengar firman. Ketika diminta menyimpulkan, ia menulis dengan tajam dan menyentuh:

“Kehidupan yang diberikan Tuhan bukan sekedar biologis tetapi kehidupan dalam rohani untuk mendapatkan kekekalan. Maksudnya Tuhan memberikan kehidupan karena ada tujuan. Sehingga dalam setiap tindakan yang kita lakukan harus tetap di dalam Tuhan, berserah kepada Tuhan. Fokus dalam diri kita menjadi berarti untuk masa depan kita dan memuliakan Tuhan.” (Siswi kelas 11)

Sebuah catatan sederhana, namun begitu menggugah. Ia menyadari bahwa hidup bukan sekadar proses biologis—lahir, bertumbuh, berkeluarga, lalu mati. Hidup bukan sekadar rutinitas. Allah menciptakan manusia untuk sebuah tujuan. Hidup adalah kesempatan untuk melakukan kehendak Allah. Dalam setiap langkah, manusia perlu berserah kepada Tuhan, sebab mencapai tujuan yang Allah tetapkan tidaklah mudah tanpa campur tangan-Nya.

Kisah ini memberi harapan. Di tengah generasi yang seringkali teralihkan oleh dunia digital, ada remaja yang dengan kesungguhan mencatat firman dan menghidupinya. Catatan khotbah itu menjadi pengingat: hidup yang Tuhan berikan bukan hanya untuk hari ini, melainkan untuk kemuliaan-Nya.

Kiranya semakin banyak remaja Kristen yang tergugah untuk melakukan hal serupa. Jika satu anak remaja saja bisa mulai kembali memperhatikan kehidupan rohaninya, maka benih itu bisa bertumbuh dan menghasilkan buah dalam hidupnya—buah yang memuliakan Tuhan.

***

Sebagai seorang hamba Tuhan menyampaikan firman anak-anak usia remaja masa kini, memiliki tantangan tersendiri. Anak-anak tidak mudah untuk berkonsentrasi apa untuk waktu yang lama. Hanya beberapa menit saja, selebihnya mereka gelisah, apalagi tanda gadget atau smartphone yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup mereka. 

Sekali-kali pengkhotbah perlu mengingatkan agar mereka konsentrasi pada berita firman. Meskipun yang “berisik” hanya beberapa orang saja tapi nyatanya itu cukup mengganggu suasana dan mengganggu konsentrasi anak-anak yang lain. Ya, itu kondisi saat ini dalam gereja. Anak-anak remaja punya waktu konsentrasi yang makin berkurang. 

Sebab banyaknya gangguan-gangguan kecil namun dirasakan penting bagi mereka. Kita sulit menerka apa yang mereka pikirkan sebab banyak informasi yang mereka terima setiap hari. Khotbah yang bertele-tele akan “segera singkirkan dan tinggalkan”. Ini kenyataan tak terhindarkan, untuk waktu satu jam mendengarkan khotbah itu dirasa terlalu lama. Terkadang hal demikian membuat mereka malas datang beribadah.

Di tengah keadaan itu, ada sebuah kisah menarik yang terjadi dalam sebuah ibadah anak SMA. Seorang hamba Tuhan muda penuh antusias dan kepercayaan diri menyampaikan firman Tuhan. Nampak ia berusaha “menjaga” konsentrasi anak-anak. Berbagai trik ia gunakan, mulai dengan bahasa tubuh, teguran halus, hingga memberikan kejutan dengan hadiah ketika anak-anak mau menjawab pertanyaan yang menekankan atau mempertajam pesan yang sedang disampaikan. 

Ia menyampaikan khotbah dengan topik tujuan hidup Materinya pun tidak bertele-tele sehingga mudah ditangkap dan diingat anak-anak. Hal itu, nyata sebab beberapa anak menjawab pertanyaan dengan baik ketika diminta memberikan kesimpulan “apa yang kamu dapat dari khotbah ini?”. 

Menariknya, ada seorang anak yang menarik perhatian sang pengkhotbah. Sungguh menarik jika ketika anak-anak remaja mendengar firman Tuhan tetapi tak hanya mendengar namun juga menyimak dengan antusias bahkan sembari mencatat isi khotbah. Menangkap isi khotbah dengan baik sesuai dengan keadaan dirinya.

Di tengah kondisi generasi muda saat ini, hal semacam ini membukakan hati kita bahwa ada remaja yang sungguh-sungguh mendengar dengan baik khotbah di saat ibadah. Mencatatnya juga dengan buku catatan khusus bahkan itu juga bukan tugas sekolah atau guru agamanya. 

“Kehidupan yang diberikan Tuhan bukan sekedar biologis tetapi kehidupan dalam rohani untuk mendapatkan kekekalan. Maksudnya Tuhan memberikan kehidupan karena ada tujuan. Sehingga dalam setiap tindakan yang kita lakukan harus tetap didalam Tuhan/berserah kepada Tuhan. Sehingga fokus dalam diri kita menjadi berarti untuk masa depan kita dan memuliakan Tuhan.” (Siswi kelas 11).

Itu sungguh menyejukkan, sebuah kesimpulan yang tajam dan menggugah hati. Memantik kesadaran kita, kehidupan yang Tuhan berikan tak sekadar jasmani atau kata yang dipilih anak itu biologis, tetapi janji kehidupan kekal. Hidup bukan sekadar makan dan minum dan menjadi rutinitas sehari-hari dan mengalami tahapan alamiah manusia. lahir, anak-anak, remaja, dewasa, dan menjadi tua. Atau lahir, bertumbuh dewasa, menikah, berkeluarga, punya anak-anak, jadi kakek/nenek, lalu mati. 

Hidup bukan semacam itu yang dikehendaki Allah. Allah menciptakan setiap orang untuk sebuah tujuan. Bukan sekadar menjalani hidup tetapi melakukan kehendak Allah. Setiap tindakan manusia dalam menjalani hidup dengan tujuan akan berserah kepada Tuhan. 

Sebab mencapai tujuan yang Tuhan tetapkan tidaklah mudah perlu campur tangan Tuhan. Fokus pada apa yang Tuhan kehendaki menjadi penting dan berarti sebab masa depan kita bergantung pada Tuhan. Semua yang dilakukan untuk kemuliaan Tuhan.

Sebuah catatan kesimpulan khotbah yang menarik, padat dan jelas. Catatan yang memberkati dan mengingatkan kita kembali akan tujuan hidup. Dan bagaimana menjalani kehidupan sebagaimana tujuan yang ditetapkan Allah. 

Kiranya banyak remaja Kristen yang punya tindakan serupa, atau setidak-setidaknya dengan membaca kisah ini tergugah hatinya untuk mulai melakukan hal yang sama. Remaja semakin bertumbuh dan kembali memperhatikan kehidupan rohaninya. 




0 Komentar

Type above and press Enter to search.