Jangan Tergesa-gesa: Menyelami Makna di Balik Amsal
Dalam sebuah khotbah saya mendengar Pendeta menyampaikan bahwa kita tidak boleh tergesa-gesa dalam mengambil keputusan agar tidak salah langkah.
Pengkhotbah menekankan pentingnya berdoa, namun saya tidak mendapat penjelasan bagaimana berdoa dan mengapa tergesa-gesa itu berbahaya.
Untuk memahami pesan ini dengan benar, kita perlu menggali makna kontekstual dari kata tergesa-gesa dalam Kitab Amsal.
Kata ini tidak sekadar berarti cepat atau spontan, tetapi menunjuk pada sikap hati yang tidak sabar, tidak berhikmat, dan tidak memberi ruang bagi pimpinan Tuhan.
📖 Menyelami Makna “Tergesa-gesa” dalam Amsal
“Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan.”
— Amsal 21:5
Kata tergesa-gesa dalam teks Ibrani berasal dari akar kata “ʾûṣ” (עוּץ) yang berarti berlari dengan terburu-buru, bertindak sebelum waktunya.
Artinya, Amsal tidak sedang berbicara tentang kecepatan fisik, melainkan keadaan batin yang mendahului kehendak Tuhan.
Dalam hikmat Ibrani, tergesa-gesa sering kali identik dengan kebodohan spiritual, sebab orang yang tergesa-gesa tidak menimbang dampak dari tindakannya.
Ia seperti orang yang menanam benih tetapi tidak menunggu musim hujan — berharap panen tanpa memahami waktu Allah.
“Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.”
— Amsal 14:12
Tindakan tanpa pertimbangan dan doa sering kali tampak benar di permukaan, tetapi justru menuntun pada kehancuran karena dilakukan di luar irama waktu Tuhan.
🔹 Langkah-langkah Agar Tidak Tergesa-gesa
Supaya kita tidak jatuh pada keputusan yang salah, diperlukan beberapa langkah bijak:
Meminta pertimbangan dari orang lain
Sebab hikmat tidak hanya lahir dari diri sendiri, tetapi juga dari nasihat sesama.
“Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak.”
— Amsal 15:22
Dalam konteks gereja, ini berarti membuka diri terhadap masukan saudara seiman, bukan bersandar pada penilaian pribadi semata.
Menggali kebenaran firman
Karena keputusan yang benar selalu sejalan dengan kehendak Allah.
“Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”
— Mazmur 119:105
Mengambil keputusan tanpa terang firman sama seperti berjalan di malam hari tanpa lampu — kita bisa salah arah walau niatnya baik.
Mempraktikkan apa yang digumulkan dalam doa
Bukan sekadar menunggu jawaban, tetapi menguji iman lewat tindakan nyata yang berlandaskan kasih dan kebenaran.
“Janganlah kamu hanya mendengar firman itu saja, tetapi laksanakanlah!”
— Yakobus 1:22
Doa yang sejati akan menuntun pada langkah yang konkret, bukan sekadar kata-kata spiritual yang tidak menghasilkan buah.
🙏 Doa: Lebih dari Sekadar Permintaan
Berdoa bukan hanya berbicara atau meminta sesuatu dari Tuhan.
Doa adalah dialog — sebuah penyelarasan antara hati kita dengan isi hati dan kehendak Tuhan.
Isi hati Tuhan jelas: agar semua orang menerima kabar baik, agar umat-Nya hidup dalam kasih dan kebenaran.
Karena itu, doa sejati bukan berpusat pada diri kita — ketakutan, keinginan, atau kekhawatiran pribadi —
melainkan pada orang lain, jemaat, dan masa depan Gereja.
“Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.”
— Matius 6:10
Doa yang diajarkan Yesus dalam Doa Bapa Kami menunjukkan arah yang jelas: doa bukan alat untuk memaksakan kehendak pribadi, tetapi sarana untuk menyelaraskan diri dengan kehendak Allah.
🌿 Melawan Ketakutan, Menyambut Kehendak Tuhan
Justru di dalam doa yang benar, kita melawan ketakutan dalam diri sendiri, dan belajar menyerahkan kehendak pribadi untuk digantikan dengan kehendak Tuhan.
“Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak.”
— Mazmur 37:5
Doa semacam ini tidak lahir dari tergesa-gesa, tetapi dari kedalaman iman — iman yang percaya bahwa waktu Tuhan selalu sempurna.
Yesus sendiri memberi teladan di Getsemani: Ia berdoa dalam ketakutan, namun tidak tergesa-gesa mengambil langkah di luar kehendak Bapa.
“Bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu yang jadi.”
— Lukas 22:42
Doa yang tidak tergesa-gesa bukan doa yang pasif, melainkan doa yang menuntun.
Ia mengajarkan kita untuk menunggu dengan iman, bukan menunda dengan alasan.
Doa semacam itu menenangkan, bukan terburu-buru;
menuntun, bukan mendikte;
menyelaraskan, bukan memaksa.
Sebab, di balik setiap waktu yang kita tunggu dengan setia, Tuhan sedang menyiapkan sesuatu yang lebih dari sekadar jawaban —
Dia sedang membentuk hati yang selaras dengan-Nya.
.webp)
0 Komentar