Run Toward the Goal
Paulus menceritakan tentang dirinya, termasuk kehidupannya sebelum pertobatan. Ia mengisahkan sosoknya, pengalamannya, dan perasaannya. Paulus berkata bahwa menuliskan ini tidak sulit bagiku, baik tentang masa lalunya maupun masa kini. Menariknya, Paulus mengawali pasal ketiga dengan pernyataan sederhana ini, menunjukkan bahwa ia hanya menceritakan siapa dirinya dengan jujur.
Sebelum bertobat, Paulus dikenal sebagai Saulus. Kita mungkin telah belajar tentangnya di sekolah minggu. Saulus adalah sosok berpengaruh karena kaitannya dengan tiga budaya besar: Yahudi, Yunani, dan Romawi. Ia mewakili sosok Romawi yang visioner, memiliki pandangan jauh ke depan. Kekaisaran Romawi sendiri menjadi pelopor dalam politik, hukum, ekonomi, dan banyak bidang lainnya.
Paulus digambarkan sebagai orang cerdas, gagah, dan visioner pada masanya. Ia memiliki bekal luar biasa: terdidik sebagai ahli Taurat dari golongan Farisi, memahami hukum Romawi karena kewarganegaraan Romawinya, dan terpapar perkembangan filsafat Yunani yang pesat saat itu.
Saulus lahir di Tarsus, pusat perdagangan dan pendidikan di Kilikia, di mana ia terpengaruh budaya Yunani dan Romawi sejak kecil. Ia belajar di bawah Gamaliel, rabi Farisi terkemuka di Yerusalem, menjadikannya ahli Taurat yang ketat. Sebagai warga Romawi sejak lahir, ia memiliki hak istimewa untuk bergerak bebas di seluruh kekaisaran.
Namun, sebelum pertobatan, Saulus adalah penganiaya gereja mula-mula, menyetujui pembunuhan Stefanus dan berusaha menghancurkan iman Kristen. Sebagai pribadi, Saulus telah mencapai apa yang diimpikan banyak orang pada zamannya: pengaruh, ketenaran, kewenangan, dan kehidupan yang diinginkannya.
Dalam Filipi 3:14, Paulus berkata ia berlari-lari menuju tujuan. Apa maksudnya? Ia menyadari bahwa pencapaian sebelum pertobatannya bukanlah puncak tujuan sejati. Pencapaian itu hanyalah awal untuk mempersiapkannya memahami tujuan yang sesungguhnya.
Dalam terjemahan bahasa Indonesia, dikatakan, “Aku mengejar tujuan itu,” sedangkan NIV Study Bible menyebutnya, “I press on toward the goal.” Ayat ini adalah klimaks pernyataan Paulus, menunjukkan komitmennya untuk terus mengejar tujuan rohani. Dalam bahasa Inggris, istilah “press on” berarti terus maju, berusaha keras, atau melangkah dengan tekad.
Paulus menegaskan bahwa ini bukan tentang pencapaian pribadi, melainkan respons terhadap panggilan Allah yang telah “menangkap” dirinya, seperti pengalaman pertobatannya di jalan menuju Damaskus (Kisah Para Rasul 9).
Sebelum mengenal Kristus, Paulus telah mencapai kesuksesan secara manusiawi. Namun, setelah pertobatan, tujuannya bergeser menjadi pencapaian rohani: merespons panggilan Tuhan untuk menjadi alat kemuliaan-Nya. Secara manusiawi, Paulus “sudah selesai,” tetapi secara rohani, ia terus berjuang, mendesak diri untuk mencapai panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering fokus pada pencapaian pribadi. Ini tidak salah. Kita perlu motivasi untuk berkembang sebagai manusia, menghadapi kenyataan hidup dengan membekali diri melalui pendidikan, seperti yang kalian lakukan di sekolah. Ini adalah hal baik, tetapi Paulus mengingatkan bahwa pencapaian pribadi bukan tujuan utama hidup.
Hidup kita adalah hidup bersama Tuhan, sehingga kita juga harus mengejar tujuan rohani yang telah ditetapkan-Nya, yaitu merespons panggilan Tuhan. Bagi kalian, ini mungkin masih terasa seperti misteri. Banyak dari kalian lebih memikirkan pencapaian pribadi, bukan?
Karena itu, kita harus meneladani Paulus. Mari kita dorong diri kita, tekadkan diri kita untuk terus mengejar panggilan surgawi dari Tuhan. Kita boleh mengejar pencapaian pribadi, tetapi itu bukan tujuan utama. Tujuan utama kita adalah merespons panggilan Tuhan agar hidup kita berkenan kepada-Nya dan semua pencapaian pribadi kita dapat mempermuliakan nama Tuhan. Yang diberkati Tuhan, katakan amin.
Penulis: Matius Mardani
0 Komentar